Dr. Nuril Mengimplementasikan Pendidikan Karakter melalui Budaya Sekolah di SMA Kabupaten Dompu

Krisis karakter yang dialami bangsa Indonesia saat ini sudah berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan. Sifat tulus, luhur, mulia, jujur, kesopanan, dan tanggung jawab terkikis seketika tergantikan dengan rasa cemas, kekerasan, perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai, keyakinan, norma-norma, agama, adat istiadat yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Demikian papar Dr. Nuril Furkan pada Ujian Terbuka dan Promosi Doktor yang digelar pada Rabu (27/03/2013) di Aula PPs UNY.

Ia menambahkan bahwa penyebab terjadinya krisis karakter tersebut ada beberapa hal di antaranya karena mulai berubahnya pemikiran masyarakat Indonesia yang menempatkan materi atau unsur duniawi di atas segalanya. Cara pandang masyarakat terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang keliru. Pendidikan karakter di sekolah dianggap tidak menjadi kebutuhan penting. Menguatnya sikap dan cara hidup hedonisme dan individualistis pada masyarakat. Munculnya sifat ingin mendapat sesuatu dengan mudah dan cepat. Orientasi pemikiran peserta didik yang berubah dan pragmatis. Nilai akademik dijadikan ukuran keberhasilan peserta didik, serta masuknya nilai dan cara pandang asing yang tidak segera diantisipasi.

Di hadapan dewan penguji yang terdiri atas Wardan Suyanto, Ed.D. (Ketua), Prof. Suyata, Ph.D. (Sekretaris), Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro (Promotor I), Prof. Darmiyati Zuhdi, Ed.D. (Promotor II), Prof. Dr. Wuradji (Penguji I), dan Prof. Zamroni, Ph.D. (Penguji II), Dr. Nuril menekankan bahwa kondisi sekolah saat ini sangat jauh dari harapan karena kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya kurang memperhatikan budaya sekolah. Hal tersebut dapat diamati dari pola kerja pihak sekolah yang mengutamakan kegiatan penguasaan pengetahuan seperti les dan latihan mengerjakan soal-soal untuk menghadapi ujian nasional. “Dampak dari kegiatan tersebut yaitu tidak adanya inovasi pembelajaran dan kurang memperhatikan penanaman nilai-nilai, norma-norma, adat istiadat dalam membentuk karakter peserta didik” tambahnya. Sehingga dalam penelitiannya, Nuril lebih fokus untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter melalui budaya sekolah di SMA Negeri 1 Dompu dan SMA Negeri 1 Kilo Kabupaten Dompu dan dampak implementasi pendidikan karakter melalui budaya sekolah di kedua sekolah tersebut.

Pengawai Dinas Dikpora Kabupaten Dompu tersebut lebih lanjut memaparkan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa pengembangan budaya sekolah untuk pembentukan karakter yang dilakukan di SMA Negeri 1 Dompu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi berjalan dengan baik. Implementasi pendidikan karakter melalui budaya sekolah berjalan dengan baik dan didukung oleh warga sekolah dan komite sekolah. SMA Negeri 1 Dompu memiliki banyak kegiatan untuk membangun budaya sekolah yang diikuti oleh siswa. Sedangkan di SMA Negeri 1 Kilo, perencanaan pengembangan budaya sekolah berjalan baik tetapi pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kurang baik. Implementasi pendidikan karakter melalui budaya sekolah di SMA Negeri 1 Kilo kurang berjalan lancar, karena kurangnya dukungan warga sekolah, kurangnya dukungan komite sekolah dan kurangnya kegiatan untuk membangun budaya sekolah. Perbedaan kondisi implementasi pendidikan karakter melalui budaya sekolah antara SMA Negeri 1 Dompu dengan SMA Negeri 1 Kilo sangat ditentukan oleh peran kepala sekolah. Kepala sekolah berperan sebagai pemimpin yang dapat membangun budaya sekolah yang positif.

Dampak pembentukan karakter melalui budaya sekolah di sekolah antara lain berwujud mencintai kebersihan, keindahan dan kerapian, ketataan beribadah, kepatuhan pada peraturan, saling menghargai, sopan santun dan kekeluargaan, kejujuran dan tanggung jawab, kebersamaan, penataan dokumen dan sarana pendidikan yang rapi, dan partisipasi dan keterlibatan stakeholders. Berkat penelitiannya tersebut, Dr. Nuril Furkan berhasil lulus dengan hasil “Dengan Pujian” dengan waktu studi 31 bulan dan menjadi Doktor ke-164 di PPs UNY. (Sinta)