Dr. Taat Teliti Pendidikan Multikultural di SMP

Pendidikan multikultural mengandaikan sekolah dan kelas dikelola sebagai suatu simulasi arena kehidupan nyata yang pliral, terus berubah dan berkembang. Institusi sekolah dan kelas sebagai wahana hidup dengan pemeran utama peserta didik dan guru serta seluruh tenaga kependidikan sebagai fasilitator. Kegiatan belajar mengajar dikembangkan sebagai wahana dialog dan belajar bersama serta membuang pemikiran bahwa guru adalah gudang ilmu dan nilai yang setiap saat diberikan kepada peserta didik. Demikian paparan Taat Wulandari dalam Ujian Terbuka dan Promosi Doktor yang digelar pada Jumat (24/05/2013) di Aula PPs UNY.

Taat menambahkan bahwa guru adalah teman dialog dan teman dalam menciptakan suasana harmonis. “Pendidikan bukan sekedar mengajarkan tentang “ini” dan “itu”, tetapi juga mendidik peserta didik menjadi manusia berkebudayaan dan berperadaban.” lanjutnya. Tujuan penelitiannya yaitu untuk mendeskripsikan pemikiran dan praktik kepala sekolah, guru, siswa, dan orangtua siswa tentang pendidikan multikultural. Eksplorasi pemikiran dan pemahaman mereka dilakukan untuk memperoleh gambaran praktik yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru, siswa, dan orangtua siswa untuk mengimplementasikan pendidikan multikultural dalam kehidupan di sekolah.

Metode kualitatif merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Pendekatan yang dipakai yakni naturalistik inquiry. Subyek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, siswa, dan orangtua siswa di SMP Maria Immaculata Yogyakarta dan SMP Negeri 5 Yogyakarta.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta tersebut menyimpulkan bahwa setelah menggali kehidupan di kedua sekolah dari perspektif pendidikan multikultural, baik kepala sekolah, guru, siswa, dan orangtua siswa memiliki kesadaran dan pemahaman akan perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap orang. Di SMP Maria Immaculata diperoleh gambaran bahwa pemikiran  dan praktik kepala sekolah sudah sesuai, meskipun terdapat beberapa hal yang praktiknya tidak sesuai, diantaranya tidak menyediakan guru agama non-Katolik, pemikiran dan praktik guru tentang pendidikan multikultural sudah sesuai, pemikiran siswa tidak sesuai dengan konsep pendidikan multikultural, namun dalam praktiknya sudah melakukan nilai-nilai multikultural; dan d. Pemikiran dan praktik orangtua siswa tentang pendidikan multikultural sudah sesuai;

Sedangkan hasil penelitian di SMP Negeri 5 Yogyakarta diperoleh gambaran bahwa pemikiran dan praktik kepala sekolah terkait pendidikan multikultural sudah sesuai, tetapi masih tampak dalam praktiknya tidak sesuai. Pemikiran dan praktik guru tentang pendidikan multikultural sudah sesuai, tetapi dalam praktiknya terdapat beberapa yang tidak sesuai. Pemikiran siswa tentang pendidikan  multikultural tidak sesuai dengan konsepnya, tetapi dalam praktiknya, apa yang dilakukan siswa sudah mencerminkan nilai-nilai multicultural, dan pemikiran orangtua siswa tidak sesuai dengan konsep pendidikan multikultural, namun yang dilakukan oleh orangtua siswa menunjukkan nilai-nilai multikultural.

Berkat capaiannya tersebut, Taat Wulandari berhak menyandang gelar Doktor ke-18 pada Program Studi Ilmu Pendidikan dengan masa studi 33 bulan dan dengan hasil “Dengan Pujian”.