“Refleksi Historis Pendidikan Khusus di Jawa”

Program Pascasarjana UNY kembali meluluskan Doktor dari Prodi S3 IP. Dr. Mumpuniarti yang juga dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan UNY berhasil lulus dengan predikat cumlaude dengan lama studi 34 bulan. Disertasi yang berjudul "Refleksi Historis Pendidikan Khusus di Jawa" berhasil menghantarkannya menjadi Doktor ke-96 PPs UNY dan Doktor ke-7 dari Prodi IP. Dalam ujian terbuka yang diketuai oleh Prof. Soenarto, Ph.D tersebut, beliau menjelaskan bahwa tujuan penelitian beliau adalah untuk mendeskripsikan  perkembangan pendidikan khusus dalam dimensi kausalitas, filosofis-edukatif, psikologis, kontribusi edukatif, dan peran swasta dalam mengoptimalkan penyandang cacat pada masa awal kemerdekaan Indonesia di Jawa; menemukan implikasi edukatif gerakan wajib belajar 6 tahun terhadap pendidikan khusus di Jawa; menemukan makna filosofis-edukatif, psikologis, dan kontribusi edukatif perubahan pendidikan khusus dari eksklusif ke inklusif di Jawa; serta menemukan falsafah-edukatif yang mendasari perubahan pendidikan khusus di Jawa.

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa dalam penelitiannya beliau menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode sejarah. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan: 1) tahap pengumpulan sumber (heuristik) di Perpustakaan Nasional, Perpustakaan empat (4) Perguruan Tinggi, Perpustakaan Yayasan ‘Asih Budi', serta sumber personal dari orang-orang pelaku atau pemerhati pendidikan khusus yang telah berpengalaman di antara tahun 1950 sampai 1990; 2) tahap pengkategorian sumber dan kritik sumber; dan 3) tahap penafsiran dan penyajian: penafsiran sebagai tahap analisis dan penyajian sebagai tahap sintesis.

Sedangkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan pendidikan khusus di wilayah Jawa diantaranya pada awal kemerdekaan Indonesia berdiri Rehabilitasi Centrum di Surakarta yang diprakarsai Dr. Suharso. Lembaga itu bersifat khusus untuk merehabilitasi penyandang cacat tubuh, khususnya akibat korban perang revolusi kemerdekaan. Lembaga pada masa itu terutama diperuntukkan tunanetra,  tunarungu, tunadaksa, dan tunagrahita. Lembaga dalam bentuk terpisah untuk intensitas layanan program kompensatoris, dasar filosofinya agar penyandang cacat mampu berperan di masyarakat, secara psikologis didominasi aspek  keterampilan, dan peran lembaga swasta lebih dominan.  Selain itu, gerakan wajib belajar 6 tahun sebagai momentum perubahan gerakan awal menuju inklusif dengan rintisan model terpadu bagi tunanetra. Keterpaduan itu dilanjutkan dengan memperluas cakupan kepada anak-anak unggul dan anak-anak berkesulitan belajar spesifik atau Disfungsi Minimal Otak (DMO). Esensinya bahwa peserta-didik berkebutuhan khusus tetap diakomodir kebutuhan kompensatoris. Kebutuhan itu masih perlu lembaga sekolah khusus, jika kondisinya telah berkembang mampu melakukan akomodasi dengan budaya masyarakat dipersilahkan progressive ke lembaga sekolah umum. Hal itu dipertimbangkan tergantung kondisi masing-masing peserta-didik berkebutuhan khusus.